Kemudian anak-anak teman bermainnya itu menemui ibunya, mereka berkata, “Muhammad telah dibunuh.” Kemudian mereka menemuinya dan mendapati dia dalam kondisi pucat. Anas berkata, “Saya telah melihat melihat bekas jahitan pada dadanya.” [HR.Muslim 1/147, Kitab Al Iman, No.261]
Pada riwayat Abu Nu’aim dari Ibnu Katsir terdapat tambahan perincian, naskahnya sebagai berikut, “Perawat saya adalah wanita dari Bani Sa’ad bin Bakrah. Suatu saat saya dan anaknya pergi bersama domba-domba kami, sementara kami belum membawa bekal makanan, saya berkata [1], “Wahai saudaraku, pergilah minta bekal air ibunda kita.”
Saudara saya itu pergi dan saya menunggu disekitar domba-domba kami, kemudian datanglah dua makhluk terbang seakan-akan dua ekor burung elang, salah satu di antara keduanya berkata kepada temannya, “Apakah orang ini yang dimaksud?” Dia berkata, “Iya.” Kemudian keduanya mendatangi saya, merebahkan saya dan membedah dadaku, kemudian mengeluarkan jantungku dan mengeluarkan dua gumpalan darah berwarna hitam. Salah satu di antara keduanya berkata, “Berikan saya air salju, lalu mereka mencuci bagian dalam dadaku, kemudian dia berkata lagi, “Berikan saya air embun”, kemudian mereka berdua mencuci jantung saya. Dia berkata lagi, “Datangkan kemari sakinah (ketentraman).” Dia akhirnya menanam ketentraman itu dalam jantungku, kemudian dia berkata, “Jahit”, Dia menjahit dadaku dan memberikan stempel kenabian di atas dadaku.” [2]
Ibunya cemas telah terjadi sesuatu dengannya, maka dengan segera dia membawanya ke ibunya di Mekah, Dia berkata, “Saya telah menunaikan amanah dan tugas saya.” Saya menceritakan kepadanya tentang apa yang telah terjadi, sedangkan ibunya Aminah, berkata dengan maksud menenangkan perasaan Halimah, “Saya telah melihat waktu saya mengandungnya terdapat cahaya yang keluar dari diri saya yang menerangi istana-istana yang ada di Syam.”
Pendapat yang rajih (kuat) adalah kejadian itu terjadi pada saat usia Rasulullah empat tahun, [3] dan telah benar kejadiannya bahwa pada peristiwa Isra’ dan Mi’raj seperti yang akan di bahas secara khusus telah terjadi pembedahan dada untuk yang kedua kalinya.[5]
Note:
[1] Ini menunjukkan bahwa pada masa pembedahan dada adalah pada tahun ke empat atau setelahnya, karena usia sebelum itu tidak mungkin dibiarkan pergi menggembala domba, dan dia belum bisa berkomunikasi dengan baik, dan belum mengerti kebutuhan tentang bekal makanan, apalagi meminta saudaranya untuk mengambil bekal.
[2] Ibnu Katsir, Al Bidayah wan Nihayah. Lihat juga; Adz-Dzahabi, As Sirah hal 21, As-Syami, Subukhuda, 2/82. As Shabuni, As-Sirah An Nabawiyah Kama Ja’at fil Ahaditsi As Shahihah hal.28
[3] Lihat; Muhammad Abu Syahbah, As Sirah An Nabawiyah fidhaui Al Qur’an was Sunnah, 1/192
[4] Bukhari no.3887, Muslim 1/149 no.264.
Sumber: Fikih Sirah, Prof.Dr.Zaid bin Abdul Karim az-Zaid, Penerbit Darussunnah
0 komentar:
Posting Komentar